Salam olahraga teman –teman. Saya arif gunawan ingin sedikit berceloteh soal fenomena supporter sepak bola Indonesia yang belakangan ini sering terjadi. Seperti yang kita ketahui belakangan ini sering sekali terjadi kerusuhan antar supporter yang terjadi sebelum atau sesudah pertandingan sepak bola. Fenomena ini menjadi perhatiaan khusus oleh masyarakat khususnya pihak kepolisiian yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan izin pertandingan.
Bagai rhoma irama tanpa gitar itu lah biamana sepak bola digelar tanpa supporter.
Menurut saya, Ada beberapa factor yang mempengaruhi kerusuhan antar supporter yang sering terjadi. Diantaranya:
factor fanatisme dan rivalitas yang berlebihan
Fanatisme memang diperlukan untuk memberi dukungan namun kadang fanatisme itu sendiri terabaikan dengan rasa rivalitas yang berlebihan . contohnya kita suka dengar suatu kelompok supporter lebih sering menyanyikan lagu rasis(menghina tim/supporter tim lain) dari pada lagu untuk mendukung tim yang dibelanya. Rivalitas itu sendiri sebenarnya baik juga terjadi secara sehat. Namun kadang sampai saat ini masih ada saja oknum supporter yang manjadikan rivalitas ke arah negative. Diantaranya saling ejek yang berujung dengan kerusuhan.
Keputusan Wasit yang kurang diterima
Hal ini kadang terjadi bukan hanya dipara supporter saja, serinng kita melihat para pemain dan manajemen tim pun sering baku hantam karena kurang menerima keputusan wasit yang dianggap salah. Beberapa kerusuhan terjadi karena kasus wasit yang membuat keputusan controversial. Namun ada baiknya sebagai pesepakbola dan pendukung sepak bola yang dewasa kita harus menerima keputusan wasit dilapangan dengan lapang dada dan bila tidak puas salurkan ketidak puasan anda ke hal yang positif.
Diantaranya melalui manajemen tim membuat laopran ke pada pssi atau badan pengawas liga Indonesia.
Dua hal itu mungkin yang sering terjadi didalam atau diluar lapangan. Semoga ditahun-tahun mendatang sepak bola Indonesia benar-benar menjadi sebuah industri hiburan seperti halnya di liga inggris dimana satu keluarga melakukan nonton bareng langsung distadion tanpa ada rasa takut dan cemas terjadi kerusuhan didalam stadion.
Dan saya berharap supporter Indonesia makin dewasa. No tawuran no anarki, just good football Indonesia.
Bagai rhoma irama tanpa gitar itu lah biamana sepak bola digelar tanpa supporter.
Menurut saya, Ada beberapa factor yang mempengaruhi kerusuhan antar supporter yang sering terjadi. Diantaranya:
factor fanatisme dan rivalitas yang berlebihan
Fanatisme memang diperlukan untuk memberi dukungan namun kadang fanatisme itu sendiri terabaikan dengan rasa rivalitas yang berlebihan . contohnya kita suka dengar suatu kelompok supporter lebih sering menyanyikan lagu rasis(menghina tim/supporter tim lain) dari pada lagu untuk mendukung tim yang dibelanya. Rivalitas itu sendiri sebenarnya baik juga terjadi secara sehat. Namun kadang sampai saat ini masih ada saja oknum supporter yang manjadikan rivalitas ke arah negative. Diantaranya saling ejek yang berujung dengan kerusuhan.
Keputusan Wasit yang kurang diterima
Hal ini kadang terjadi bukan hanya dipara supporter saja, serinng kita melihat para pemain dan manajemen tim pun sering baku hantam karena kurang menerima keputusan wasit yang dianggap salah. Beberapa kerusuhan terjadi karena kasus wasit yang membuat keputusan controversial. Namun ada baiknya sebagai pesepakbola dan pendukung sepak bola yang dewasa kita harus menerima keputusan wasit dilapangan dengan lapang dada dan bila tidak puas salurkan ketidak puasan anda ke hal yang positif.
Diantaranya melalui manajemen tim membuat laopran ke pada pssi atau badan pengawas liga Indonesia.
Dua hal itu mungkin yang sering terjadi didalam atau diluar lapangan. Semoga ditahun-tahun mendatang sepak bola Indonesia benar-benar menjadi sebuah industri hiburan seperti halnya di liga inggris dimana satu keluarga melakukan nonton bareng langsung distadion tanpa ada rasa takut dan cemas terjadi kerusuhan didalam stadion.
Dan saya berharap supporter Indonesia makin dewasa. No tawuran no anarki, just good football Indonesia.
Comments